Oleh: M. Fikri Yudin, Sirojul Mubarak
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Perkembangan hadits dalam dunia intelektual Islam memiliki sejarah
yang panjang. Dimulai dari masa hidup Rasulullah Saw, hadits terus mengalami
perkembangan hingga saat ini. Para pakar mambagi periodesasi penulisan hadits
menjadi tujuh. Dari perkembangan sejarah ini, dapat diketahui kondisi
perkembangan hadits dari masa ke masa. Perkembangan hadits ini sangat penting
diketahui, khususnya bagi para civitas akademik yang konsen di bidang kajian
hadits. Hal ini tidak lain dikarenakan hadits menempati posisi yang sangat
strategis sebagai sumber rujukan hukum setelah Al-Qur’an.
Al-Mustadrak sebagai salah satu klasifakasi kitab hadits memiliki
masa dan periode sendiri. Kitab ini juga memiliki karakteristik tersendiri
dalam penulisannya. Kitab Al-Mustadrak ‘ala Shahihain atau yang lebih dikenal
dengan Al-Mustadrak Al-Hakim merupakan salah satu kitab Mustadrak yang paling
menonjol. Secara garis besar, kitab ini berisikan hadits-hadits shahih yang
tidak diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Kajian terhadap kitab ini dirasa perlu, karena masih banyak hadits
yang tidak diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Hadits-hadits yang
terdapat di dalam kitab ini merupakan kumpulan hadits-hadits shahih menurut
syarat dan kriteria yang ditentukan oleh Syaikhani (Bukhari-Muslim),
meskipun didalamnya juga terdapat hadits-hadits shahih berdasarkan kriteria
Imam Hakim sendiri.
Kitab yang dikaji merupakan kitab keluaran Darul Haramain li
Ath-thba’ah wa At-tauzi’, dan telah dilengkapi oleh pemaparan-pemaparan Imam
Adz-dzahabi mengenai Al-Hakim dan karyanya ini. Kajian terhadap kitab
Al-Mustadrak ini juga akan menambahkan wawasan menenai perkembangan penulisan
hadits secara parallel, setelah sebelumnya dibahas mengenai kitab-kitab sebelum
Al-Mustadrak
- Rumusan Masalah
Untuk menindaklanjuti latar belakang penulisan di atas, maka perlu
disusun rumusan masalah yang dapar mempermudah kajian dan penulisan secara
sistematis. Adapun rumusan masalah dari makalah ini ialah:
- Bagaimana Biografi Imam Al-Hakim?
- Bagaimanakah isi Kitab Al-Mustadrak ‘ala Shahihain?
- Tujuan Penulisan
Sealur dengan rumusan masalah yang telah ditentukan di atas, maka
penulisan makalah ini bertujuan:
- Mendeskripsikan biografi Imam Hakim
- Mendeskripsikan kitab Al-Mustadrak ‘ala shahihain.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Imam Al-Hakim Al-Naisaburi
1. Biografi Al-Hakim
Nama lengkap al Hakim adalah al-Hafizh Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah
bin Muhammad bin Hamdun bin Hakam bin Nu'aim bin al-Bayyi'[1].
Beliau dilahirkan di Naisabur pada hari senin 12 Rabiul awal 321 H, dan wafat
pada tahun 405 H, Beliau sering disebut dengan Abu Abdullah al-Hakim al-Naisaburi
atau Ibn al-Bayyi' atau al-Hakim Abu Abdullah, Ayah al-Hakim, Abdullah bin
Hammad bin Hamdun adalah seorang pejuang yang dermawan dan ahli ibadah yang
sangat loyal terhadap penguasa bani Saman yang menguasai daerah Samaniyyah[2].
Dalam catatan sejarah daerah Samaniyah pada abad ke 3 telah melahirkan ahli
hadits ternama diantaranya Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Abu Daud, al-Tirmidzi,
al-Nasa'I, dan ibn Majah, Di tempat inilah al-Hakim dilahirkan dan dibesarkan,
Kondisi sosiokultural ini yang mempengaruhi al-Hakim sebagai seorang pakar
hadits abad 4 H, Pada usia 13 tahun (334 H), ia berguru pada ahli hadits Abu
Hatim Ibn Hibban dan ulama-ulama yang lainnya, Al Hakim melakukan pengembaraan
ilmiah ke berbagai wilayah, seperti Iraq, Khurasan, Transosiana, dan hijaz,
Rihlah ilmiah yang dilakukannya untuk mendapat sanad yang bernilai 'ali
(tinggi), nampakknya al-Hakim ingin menerapkan pandangan al-Bukhari, Al-Hakim
telah mensyaratkan tatap muka dengan guru dalam penerimaan riwayat hadits,
meski hanya sekali, Dalam perjalanan hidupnya yang berlangsung selama 84 tahun,
al Hakim telah melakukan banyak kontribusi dalam bidang hadis melalui karya
fonumentalnya al Mustadrak ala Sahihain namun sebelum menuntaskan
kajiannya, beliau yelah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa pada tanggal 3 bulan
Safar tahun 405 H[3].
2.
Guru-guru, Murid-murid, Dan Karya-karyanya
Diperkirakan jumlah guru al-Hakim mencapai kurang lebih 1000 orang,
diantaranya selain ayahnya sendiri al-Mudzakkir, al-A’sham, al-Syaibani,
ar-Razi, al-Masarjisi, al-Hirri, Ibnu Hibban, al-Daruquthni dan Abu Ali
al-Naisaburi, al-Jallab, Ali as-Suturi, Ali al-Hakim, dll[4],
Murid di sini bisa diartikan sekaligus sebagai pengagum dan atau mitra
dialognya, seperti al-Daraquthni, al-Fawari, al-Wasithi, al-Hiwari, Abu
al-Falah al-Fawari, Abu al-A’la al-Washiti, Mu’ammal al-Walid, Abu Ya’la
al-Khalili, Abu Bakr al-Baihaqi dan al-Atsram, Al-Hakim tidak secara transparan
mencontoh al-Daruquthni (mitra diskusinya) dan Ibnu Hibban (gurunya), justru
shahihain (Bukhari dan Muslim-yang hidup tidak sezaman dengannya) yang secara
tegas dinyatakan sebagai contoh[5].
Karya-karya Al Hakim diantaranya: Al Arba’in, Al Asma` Wa Al Kuna, Al Iklil
fi Dalail An-Nubuwwah, Amali Al ’Asyiyyat, Al Amali,Tarikh Naisabur,Ad-Du’a,
Su`alat Al Hakim li Ad-Daraquthni fi Al Jarh wa At-Ta’dil, Su`alat Mas’ud
As-Sajzi li Al Hakim, Adh-Dhu’afa’, Ilal Al Hadits, Fadhail Fathimah, Fawa`id
Asy-Syuyukh, Ma Tafarrada bihi Kullun min Al Imamain, Al Madkhal ila ’Ilmi
Ash-Shahih, Al Madkhal ila Ma’rifati Al Mustadrak, Muzakki Al Akhbar, Mu’jam
Asy-Syuyukh, Al Mustadrak ala Ash-Shahihain (kitab Ini), Ma’rifah Ulum Al
Hadits, Al Ma’rifah fi Dzikri Al Mukhadhramin, Maqtal Al Husain, Manaqib
Asy-Syafi'i[6].
3. penilaian ulama
terhadap al-Hakim
Dalam muqoddimah kitabnya
terdapat bab tentang pujian para ulama kepada al-Hakim, di antaranya yaitu Imam
Adz-Dzahabi mengatakan bahwa beliau ( al-Hakim) adalah seorang Imam, orang yang
hafidz, seorang kritikus, orang yang sangat alim, ulama yang ahli hadits,
pengarang kitab, Seorang perawi (pentakhrij), penjarh dan penta’dil[7]. Imam
Khalil Bin ‘Abdullah berkata beliau (al-Hakim) adalah ulama yang luas ilmunya,
beliau juga seorang ulama ahli sejarah didaerahnya terbukti dengan kitab
karangannya “تاريخ النيسابوريين “. Kemudian Imam al-Hafidz Abu Hazim berkata beliau adalah imam
ahli hadits pada masanya. Kemudian Imam Khatib berkata bahwa beliah termasuk
ahlu al ‘ilm, ahli ma’rifah, ahli fadhilah, seorang yang hafidz, dan memiliki
banyak karangan dalam bidang hadits[8].
B. Kitab Al Mustadrak ala
Shahihain
1. Latar Belakang
Penulisan Kitab
Al Hakim tidak secara eksplisit menyebutkan tentang latar belakang
penulisan kitab al Mustadrak ala Shahihain, yang mulai disusun pada tahun 373 H
(ketika beliau berusia 52 tahun). Namun secara implisit bisa terekam nahwa
inisiatif penulisan tersebut berangkat dari dua faktor, yaitu internal dan
eksternal. Faktor internalnya adalah ketika al Hakim berasumsi bahwa masih
banyak hadis shahih yang berserakan, baik yang belum dicatat oleh para ulama
maupun yang sudah tercantum dalam beberapa kitab hadis yang sudah ada.
Disamping penegasan dari pengarang kitab Shahihain yaitu Bukhari dan
Muslim bahwa tidak semua hadis shahih telah terangkum dalam kitab Shahih-nya.
Dua hal tersebut yang mendorong al Hakim menyusun kitabnya berdasarkan kaedah
ilmu dalam menentukan keabsahan sanad dan matan.
Sementara faktor eksternalnya adalah, kitab al
Mustadrak disusun karena kondisi politik, intelektual dan ekonomi yang terjadi
pada saat itu. Dari segi politik, pada abad 4 H (disebut masa-masa
disintegrasi), wilayah Islam terpecah ke dalam 3 kekuasaan besar yakni Bani
Fatimiyah di Mesir, Bani Umayah di Cordiva, dan Bani Abasiyah di Baghdad,
ketiganya saling bermusuhan. Keadaan seperti tidak ini menyebabkan para intelektual
lelah untuk menghasilkan karya. Pada saat kitab al Mustadrak ditulis, pada saat
itu al Hakim berada dalam masa transisi Sinasti Samani (yang bermadzhab Syiah)
ke dinasti Ghaznawi (yang bermadzhab Sunni). Walaupun secara garis besar pada
abad ke 4 H ini dunia intelektual Islam mengalami kemerosotan dibanding pada
abad ke 3 H, namun hal ini membuat al Hakim justru terpacu semangatnya untuk
menghasilkan karya.
2. Penamaan Kitab
Kitab karya al Hakim dinamakan al mustadrak yang artinya ditambahkan
atau disusulkan atas al Shahihain. Al Hakim menamakan
demikian kerena berpendapat bahwa hadis-hadis yang terdapat dalam kitabnya
memenuhi kriteria yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim,
sedangkan hadis tersebut belum tercantum dalam kitab Shahih Bukhari maupun
Muslim. Dengan demikian kandungan kitab al Mustadrak dapat kita
klasifikasikan menjadi 4 kemungkinan: (a). Hadis-hadis yang tercantum dalam al-Mustadrak
tidak ada dalam shahihain, baik lafal maupun makna, tetapi terdapat pada
kitab lain. (b). Hadis-hadis yang terdapat dalam al-Mustadrak lafalnya
berbeda dengan hadis yang ada dalam shahihain tetapi maknanya sama. (c).
Hadis-hadis dalam al-Mustadrak melengkapi lafal hadis yang ada dalam shahihain.
(d). Hadis-hadis yang tercantum dalam al-Mustadrak menggunakan sanad
yang tidak digunakan dalam shahihain.
3. Sistematika
Penulisan Kitab
Dalam kitab Al-Mustadrak ‘Ala Shahihain karya Imam Hafidz Abi
Abdillah Al-Hakim yang telah diterbitkan oleh Darul Haramain li At-Thaba'ah wa
At-Tauzi’ terdiri dari lima jilid. Di setiap jilidnya terdapat beberapa kitab
atau bab. Jumlah hadits yang terdapat dalam kitab ini adalah 8864[9]. Seperti kitab hadits lainnya, kitab ini
disusun berdasarkan bab-bab fiqhiyah. Namun demikian, dalam kitab
Al-Mustadrak ini terdapat beberapa baba tau bahasan di luar bab-bab fiqhiyah.
Dimulai dari Bab Iman di juz satu, kitab ini diakhiri dengan Bab Ahwal yang
berada di juz 5. Untuk mengetahui rinciain bab yang terdapat di setiap juz,
serta jumlah haditsnya, bisa dilihat tabel-tabel berikut ini:
Juz 1
|
Jumlah Hadits
|
كتاب
لايمان
|
287
|
كتاب
العلم
|
157
|
كتاب
الطهارة
|
230
|
كتاب
الصلاة
|
350
|
كتاب
الجمعة
|
60
|
كتاب
صلاة العيدين
|
29
|
كتاب
الوتر
|
34
|
كتاب
صلاة التطوع
|
50
|
كتاب
السهو
|
12
|
كتاب
لاستسقاء
|
12
|
كتاب
الكسوف
|
17
|
كتاب
صلاة الخوف
|
9
|
كتاب
الجنائز
|
173
|
كتاب
الزكاة
|
103
|
كتاب
الصوم
|
79
|
كتاب
المناسك
|
240
|
كتاب
الدعا و التكبير و التهليل و التسبيح
|
230
|
كتاب
فضائل القرآن
|
110
|
Juz II
|
Jumlah Hadits
|
كتاب
البيوع
|
248
|
كتاب
الجهاد
|
210
|
كتاب
قسم الفيء
|
60
|
كتاب
أهل البغي وهو آخر الجهاد
|
28
|
كتاب
النكاح
|
122
|
كتاب
الطلاق
|
49
|
كتاب
العتق
|
18
|
كتاب
المكاتب
|
13
|
كتاب
التفسير
|
1119
|
كتاب
تراويخ المتقدمين من لأنبياءو المرسلين
|
265
|
Juz III
|
Jumlah Hadits
|
كتاب
الهجرة
|
40
|
كتاب
المغازى و السرايا
|
108
|
كتاب
معرفة الصحابة
|
2088
|
Juz IV
|
Jumlah Hadits
|
كتاب
لأحكام
|
69
|
كتاب
لأطعمة
|
129
|
كتاب
لأشربة
|
40
|
كتاب
البر و الصلة
|
112
|
كتاب
اللباس
|
68
|
كتاب
الطب
|
97
|
كتاب
لأضاحي
|
54
|
كتاب
الذبائح
|
31
|
كتاب
التوبة و لإنابة
|
78
|
كتاب
لأدب
|
121
|
كتاب
لأيمانوالنذور
|
37
|
كتاب
النذور
|
7
|
كتاب
الرقاق
|
104
|
كتاب
الفرائض
|
76
|
كتاب
الحدود
|
149
|
كتاب
تعبير الرؤيا
|
31
|
كتاب
الطب
|
50
|
كتاب
الرقى و التمائم
|
27
|
كتاب
الفتن و الملاحم
|
378
|
Juz V
|
Jumlah Hadits
|
كتاب
لأهوال
|
125
|
Selain itu, Kitab Al-Mustadrak ‘ala Shahihain ini juga dilengkapi
dengan fahras athraf al-hadits. Fahras ini
memudahkan pembaca untuk mencari hadits sesuai dengan abjad awal hadits yang
ingin dicarinya.[10]
4. Metode
Penulisan Kitab
Seperti yang tertera dalam judul kitab, kitab Al-Mustadrak ‘Ala
Shahihain ini merupakan kitab yang berisikan hadits-hadits yang perawinya
memnuhi kriteria syaikhani, Imam Bukhari dan Imam Muslim. Imam Dzahabi
berpendapat bahwa kitab ini banyak diisi oleh hadits-hadits yang yang memenuhi
kriteria Syaikhani (Bukhari-Muslim), memenuhi syarat Bukhari saja, atau
memenuhi syarat Muslim saja.[11]
Dalam menentukan atau menukil hadits-hadits yang kemudian dibukukan
dalam kitab Al-Mustadrak ‘ala Shahihain, Imam Al-Hakim Al-Naisaburi menggunakan
ijtihadnya sendiri. Hal ini dapat terlihat dari pernyataan beliau yang
tercantum dalam kitab tersebut.
“Aku memohon perlindungan kepada Allah Swt dalam mentakhrij
hadits-hadits yang perawinya tsiqat. Hal ini telah dilakukan oleh Syaikhani (Bukhari-Muslim),
atau salah satunya untuk berhujah dengan menggunakan para perawi tersebut. Ini
adalah syarat hadits shahih yang telah disepakati oleh ulama fiqh, bahwa
menambahkan sanad atau matan yang tsiqah dapat diterima.”[12]
Secara garis besar, hadits-hadits yang terdapat dalam kitab
Al-mustadrak ini dapat diklasifikasikan menjadi lima bagian:
a) Hadits yang memenuhi kriteria Bukhari dan
Muslim
Hadits ini biasanya akan diberikan penjelas di akhir matan hadits
dengan kutipan, “hadza hadits shahihlam yakhruj fi shahihain.” (Hadits
ini shahih, akan tetapi tidak dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim). Contoh dari
hadits ini ialah:
حدثناه علي بن حمشاد العدل ثنا أبو المثنى ثنا مسدد ثنا أبو الوهاب
ثنا محمد ابن عمرو عن أبي سلمة عن أبي هريرة أن النبن صلي الله عليه وسلم: (أكمل
المؤمنين إيمانل أحسنهم خلقا)
هذا حديث صحيح لم يخرج في الصحيحين[13]
Adapun redaksi lain yang digunakan Al-Hakim untuk mengindikasikan
hadits yang memenuhi syarat syaikhani adalah “hadza hadits shahih
‘ala syarthi syaikhani wa lam yakhrujahu”[14].
b) Hadits yang memenuhi kriteria Bukhari saja
Al-Hakim Al-Naisaburi menjelaskan hadits yang memenuhi kriteria
bukhari saja dengan ungkapan “hadza hadits shahih ‘ala syarthi bukhari wa
lam yakhrujahu”, (Hadits ini shahih berdasarkan kriteria Bukhari, tetapi
Imam Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya). Contoh dari hadits ini:
أخبرني الحسن بن حكيم الموزي ثنا أبو الموجه أنبأ عبد الله أنبأ محمد
بن معد الغفاري أبو معن ثنا زهرة بن معبد القرشي عن أبي صالح مولى عثمان قال سمعت
غثمان بن عفان رضي الله عنه في مسجد الخيف بمنى و حدثنا أنه سمع رسول الله صلي
الله عليه وسلم يقول: ((يوم في سبيل الله خير من ألف يوم فيما سواه فلينظر كل امرئ
لنفسه))
هذا حديث صحيح علي شرط البخارى و لم يخرجاه[15]
c) Hadits yang memenuhi kriteria Muslim saja
Hadits yang terdapat dalam kitab Al-Mustadrak ini juga mencantumkan
hadit shahih berdasarkan kriteria Imam Muslim saja. Redaksi yang digunakan
untuk mengindikasikan hadits ini ialah, “hadza hadits shahih ‘ala syarthi muslim
wa lam yakhrujahu”, (hadits ini shahih berdasarkan kriteria Imam Muslim,
tetapi tidak diriwayatkan olehnya dan Bukhari). Contoh dari hadits ini ialah:
حدثنا أبو بكر بن إسحاق ثنا أبو المثني معاذ بن المثني ثنا أبو الوليد
الطيالسي ثنا حماد بن سلمة عن عاصم عن زر عن عبد الله قال: كنا يوم بدر كل ثلاثة
غلي بعير, قال: و كان علي و أبو لبابة زميلي رسول الله صلي الله عليه و سلم و علي
أله, قال: و كان إذا كانت عقبة قلنا : اركب حتي نمشي فيقول : ((ما أنتما بأقوى مني
و ما أنا بأغنى عن لأجر منكم))
هذا حديث صحيح علي شرط المسلم و لم يخرجاه[16]
d) Hadits yang memenuhi kriteria Al-Hakim
Selain ketiga jenis hadits yang telah disebutkan sebelumnya,
Al-Hakim juga melengkapi kitabnya dengan hadits-hadits yang menurutnya shahih.
Redaksi yang mengindikasikan hal tersebut, “hadza hadits shahihul isnd wa
lam yakhrujahu” (hadits ini shahih sanadnya, tetapi tidak diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim”). Contoh dari hadits ini:
حدثنا أبو عمرو عثمان بن أحمد بن السماك ثنا عبد الرحمن بن محمد بن
منصور ثنا يحيى بن سعيد ثنا ابن أبي ذئب عن عثمان بن محمد الأخنسى عن سعيد المقبرى
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله عليه و سلم قال : ((من جعل قاضيا فكأنما
ذبح بعير سكين))
هذا حديث صحيح الإسناد و لم يخرجاه
e) Hadits yang tidak dinilai Al-Hakim
Menurut Al-San’ani sebagaimana yang dikutip dari buku Studi Kitab-Kitab
Hadits yang diedit oleh M. Fatih Suryadilaga mengatakan bahwa hadits tersebut
belum sempat diedit oleh Al-Hakim karena kematian terlebih dahulu menjemputnya.[17] Oleh karena itu, Al-Hakim
belum sempat mengemukakan komentarnya mengenai keseluruhan hadits yang terdapat
dalam kitab Al-Mustadrak ini. Untuk itu, ada kemungkinan hadits-hadits yang
terdapat dalam kitab Al-Mustadrak karya Imam Al-Hakim tidak semuanya shahih,
karena masih ada hadits-hadits yang belum diverifikasi lebih lanjut.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Nama lengkap al Hakim adalah al-Hafizh Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah
bin Muhammad bin Hamdun bin Hakam bin Nu'aim bin al-Bayyi'. Beliau dilahirkan
di Naisabur pada hari senin 12 Rabiul awal 321 H, dan wafat pada tahun 405 H. Guru
beliau mencapai 1000 guru dan beliau juga mempuyai banyak murid, karya-karya
beliau juga amat banyak. Beliau termasuk ulama ahli hadits pada masanya menurut
Adz-Dzahabi.
Uraian di atas menunjukkan bahwa al-Mustadrak masih jauh
dibanding dengan shahihain ,walaupunal-Hakim mengaplikasikan syarat syaykhayn
dalam al-Mustadrak. Hal ini disebabkan karena standar ganda yang
digunakan secara konsisten oleh al-Hakim dalam menilai hadis. Ia bersikap tasyaddud
pada bidang akidah dan ibadah, tetapi tasahul pada bidang tarikh,
biografi sahabat, fadha`il al-‘amal dan lainnya, akibatnya apa yang
dinilai shahih oleh al-Hakim bisa dinilaidha’if bahkan palsu oleh
ulama lain.
Selain itu, dalam beberapa kasus, al-Hakim dinilai tidak tepat dalam
mengaplikasikan syarat syaykhayn. Alasan lainnya adalah sebagian hadis
hanya dinilai berdasarkan syarat al-Hakim sendiri (bukan berdasarkan syarat syaykhayn)
dan ada pula hadis yang belum dinilai sama sekali. Yang lebih parah adalah
dalam al-Mustadrak terdapat hadis-hadis yang tidak layak karena sangat
lemah dan palsu. Fakta ini menunjukkan bahwa kualitas al-Mustadrak tidak
dapat disejajarkan dengan al-shahihain, karena al-shahihain hanya
berisi hadis yang berkualitas shahih. Walaupun beberapa sisi lemah ini
mempengaruhi kualitas dan peringkat al-Mustadrak, namun jumlah hadis shahih
dalam al-Mustadrak masih jauh lebih banyak dibanding hadis yang tidak
layak. Karena itu, kitab hadis ini tetap menjadi referensi hadis yang penting
sebagaimana kitab-kitab hadis lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Naisaburi, Imam Hafidz Abi Abdillah Al-Hakim. Al-Mustadrak ‘ala shahihain, (Kairo:Darul
Haramain li Ath-thba’ah wa At-tauzi’, 1997), Juz 1-5
Najwa, Nurun. al-Mustadrak ‘Ala Shahihaini al-Hakim, dalam
M. Fatih Suryadilaga (ed), Studi Kitab Hadits, (Yogyakarta: Teras,
2003), cet 1.
[1]Imam Hafidz Abi Abdillah Al-Hakim Al-Naisaburi,
Al-Mustadrak ‘ala shahihain, (Kairo:Darul
Haramain li Ath-thba’ah wa At-tauzi’, 1997) juz 1, hal: 6
[2] Nurun Najwa, al-Mustadrak ‘Ala Shahihaini al-Hakim, dalam M.
Fatih Suryadilaga (ed), Studi Kitab Hadits, (Yogyakarta: Teras, 2003), cet 1, hal 240
[3]
http://buntexz.blogspot.com/2012/02/kajian-kitab-hadis-mustadrak-al-hakim.html diunduh pada 6 mei 2014 pukul 14.00 WIB
[5] Ibid, hal 242
[6] Ibid, hal 243
[11] Al-Hakim Al-Naisaburi, Al-Mustadrak ‘ala
shahihain, juz 1, hal. 9
[17] Nurun Najwa, al-Mustadrak ‘Ala Shahihaini al-Hakim, dalam M.
Fatih Suryadilaga (ed), Studi Kitab Hadits, (Yogyakarta: Teras, 2003), cet 1, hal. 253.