M. Fikri Yudin
E-mail: fikriyudin@yahoo.com
Abstrak
Setiap ajaran atau agama yang ada di dunia ini
memiliki konsep ketuhanan yang dipercaya. Banyaknya konsep ketuhahan yang
muncul tak terlepas dari tak adanya kesepakatan bersama tentang konsep
tersebut. Islam, sebagai salah satu agama terbesar di dunia memiliki perspektif
sendiri mengenai Tuhan berdasarkan Al-Quran. Umat muslim menyebut Tuhannya
Allah Swt. Allah Swt adalah Tuhan yang Esa. Ia adalah tempat bergantung segala
makhluk-Nya. Tuhan umat muslim tidak beranak dan tidak pula diperanakan.
Kekuasaan-Nya yang tidak mengenal batas, membuat Tuhan umat muslim tidak bisa
disandingkan dengan suatu makhluk apa pun. Selain itu, Al-Quran juga
menerangkan tentang nama-nama indah Tuhan, atau yang lebih dikenal dengan asmā al-husna. Al-Quran menerangkan konsep ketuhanan yang
ideal untuk disembah.
Kata kunci: Al-Quran, Islam, Tuhan
A.
Latar Belakang
Masalah
Tuhan adalah zat yang Mahakuasa dan asas
dari suatu kepercayaan. Tidak ada kesepakatan bersama mengenai konsep ketuhanan
secara global. Dari sini, banyak konsep ketuhanan yang diciptakan oleh manusia
berdasarkan pengalaman-pengalaman yang dialami maupun bersumber dari teks-teks
keagamaan. Sebut saja teisme, deisme, panteisme, sebagai konsep ketuhanan yang
lahir dari perbedaan dalam memahami keberadaan Tuhan.
Teisme adalah aliran yang memandang Tuhan
adalah pencipta sekaligus pengatur segala kejadian di alam semesta. Menurut deisme,
Tuhan yang menciptakan alam ini, tetapi tidak ikut campur dalam kejadian di
alam semesta. Panteisme menganggap Tuhan adalah alam semesta itu sendiri. Dari
berbagai interpretasi terhadap Tuhan yang telah dikemukakan, Islam memiliki
petunjuk mengenai Tuhan yang harus disembah.
Islam, segabai agama rahmatan lil ‘alamin tentunya memiliki Tuhan yang harus dipegang
teguh kepercayaan terhadap-Nya oleh umat muslim. Ciri-ciri mengenai Tuhan yang
dipercaya umat muslim telah tertera di dalam Al-Quran dengan tersurat. Konsep
ketuhanan yang diajarkan Islam sudah sangat jelas, hal ini dikarenakan
banyaknya konsep ketuhanan yang tidak sejalan dengan prinsip Al-Quran.
Al-Quran merupakan kitab suci yang
dijadikan pegangan dan sumber rujukan utama umat muslim dalam memecahkan
problematika agama. Untuk itu, indikasi-indikasi Tuhan, sebagai salah satu
bahasan pokok dalam persoalan keimanan, harus mendapatkan porsi pembahasan yang
proporsional di dalam Al-Quran. Makalah ini dibuat agar konsep ketuhanan yang
dipegang umat muslim tidak rancu, dan dapat dijadikan pegangan yang teguh
karena didasari oleh landasan yang kuat, yakni Al-Quran.
B.
Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas, untuk
mempermudah kajian yang dapat menghasilkan penjelasan yang mudah dipahami, maka
dibutuhkan rumusan masalah yang mendukung latar belakang tersebut. Adapun
rumusan masalah yang menjadi pokok pembahan adalah: “bagaimanakah konsep Tuhan berdasakan Al-Quran?”
C.
Tujuan Penulisan
Sealur dengan rumusan masalah, maka karya
ilmiah ini ditulis bertujuan untuk: mendeskripsikan
konsep Tuhan berdasarkan Al-Qur’an.
D.
Pembahasan
1.
Teori
Al-Quran adalah kitab suci yang dipegang
teguh oleh umat muslim di seluruh dunia. Dari sekian banyak pembahasan di
dalamnya, penulisan makalah ini akan memfokuskan pada ayat-ayat yang
berhubungan dengan Tuhan. Sebelum beranjak kepada permasalahan inti, akan
dibahas terlebih dahulu definisi Al-Quran.
Banyak ulama yang memberikan kontribusi
pemikirannya mengenai definisi Al-Quran, di antaranya:
1. Al-Jurjani mengatakan
bahwa Al-Quran adalah apa-apa yang diturunkan kepada Rasulullah Saw, dan
ditulis di dalam mushaf yang diriwayatkan secara mutawatir tanpa keraguan.[1]
2.
Menurut Manna
Al-Qathhan, Al-Quran adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw, dan jika membacanya akan memperoleh pahala.[2]
3.
Abu Syahbah
berpendapat bahwa Al-Quran adalah kitab Allah yang diturunkan baik lafaz maupun
maknanya kepada nabi terakhir, Muhammad Saw, yang diriwayatkan dengan
mutawatir, yakni dengan penuh kepastian dan keyakinan, yang ditulis pada mushaf
mulai dari surat Al-Fatihah sampai akhir surat An-Nas.[3]
Dari ketiga definisi yang diuturakan oleh
para ulama, maka dapat disimpulkan bahwa Al-Quran adalah kitab Allah Swt yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dan ditulis di atas mushaf. Al-Quran
disampaikan dengan cara yang mutawatir hingga sampai ke tangan umatnya yang
berada di akhir zaman.
Di dalam Al-Quran, banyak ayat yang
menjelaskan tentang ciri-ciri Tuhan yang wajib disembah oleh umat muslim.
Ayat-ayat tersebut ditujukan agar umat muslim tidak salah dalam memilih Tuhan
untuk disembah. Namun, sebelum membahas tentang ciri-ciri tersebut, harus
diketahui terlebih dahulu sebutan Tuhan umat muslim yang berada di dalam kitab
suci Al-Quran.
Al-Quran, memiliki beberapa kosakata yang jika
diartikan, maka akan merujuk kepada kata Tuhan di dalam bahasa Indonesia, di
antaranya: Allȃh, Ilȃh,
Allȃhumma, dan rabb. Pertama yaitu kata Allah,
merupakan bentuk khusus yang tidak diketaui bentuk jamaknya dan dibubuhi dengan
alif lam. ilāh merupakan bentuk umum yang dapat diketahui bentuk jamaknya yaitu
ālihah. Kata rabb biasa dipakai sebagai salah satu nama Tuhan, karena
Tuhanlah yang secara hakiki menjadi pemelihara, pendidik, pengasuh, pengatur,
dan yang menumbuhkan makhluk-Nya.
Dari segi makna dapat dikemukakan bahwa kata Allah mencakup segala
sifat-sifat-Nya, bahkan Dialah yang menyandang sifat-sifat tersebut.[4] Selanjutnya, untuk kata Allȃhumma merupakan perpaduan dari huruf nidȃ (ya) dan
(alif) dengan kata Allȃh. Huruf yȃ dan alif di dalam ungkapan Yȃ Allȃh diganti
dengan dua buah huruf mȋm dan ditempatkan di ujung kata itu sehingga menjadi
Allȃhumma. Kemudian nama Tuhan yang lainnya yaitu berasal dari kata rabbȃniyyȋn
yang turunannya berasal dari kata rabb yang secara etimologis berarti "pemelihara,
pendidik, pengasuh, pengatur, yang menumbukan".[5]
Setelah megetahui sebutan Tuhan di dalam Al-Quran, Berikut akan
dijabarkan mengenai ayat-ayat yang menerangkan tentang Tuhan yang dipercayai
dan dipegang teguh oleh umat muslim di seluruh dunia.
Surat al-ikhlas ayat 1-4:
ö@è%
uqèd
ª!$#
îymr&
ÇÊÈ ª!$#
ßyJ¢Á9$#
ÇËÈ öNs9
ô$Î#t
öNs9ur
ôs9qã
ÇÌÈ öNs9ur
`ä3t
¼ã&©!
#·qàÿà2
7ymr&
ÇÍÈ
(1) Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang
Maha Esa. (2) Allah
adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.(3)
Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, (4)
dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
Al-Maraghiy di dalam kitab tafsirnya menerangkan bahwa
ayat-ayat di atas menerangkan tentang ciri-ciri Tuhan. Tuhan umat muslim
memiliki sebutan Allah, Dia merupakan Tuhan yang tunggal. Zat-Nya merupakan zat
yang tunggal, bukan merupakan zat yang terdiri dari beberapa bagian. Dia tempat
bergantung seluruh umat-Nya. Untuk meminta sesuatu kepadanya tidak perlu
melalui perantara terlenih dahulu, karena itu merupakan ajaran jahiliyyah. Dia tidak melahirkan, atau
mengangkat seseorang menjadi anak-Nya. Dia tidak pula diperanakan, karena Ia
berdiri sendiri dan tidak ada kehidupan sebelum-Nya. Dia tidak memiliki suatu
zat pun yang dapat disetarakan dengan-Nya.[6]
Senada dengan apa yang dikatakan Al-Maraghiy, Ibnu
Katsir dalam menafsirkan ayat ini juga demikian. Tuhan umat muslim adalah Tuhan
yang satu. Tidak ada tempat bergantung selain Tuha yang Esa tersebut. Dia tidak
memiliki anak dan juga tidak diperanakan. Selain itu, hanya Ialah yang patut
dijadikan tempat bergantung segala sesuatu.[7]
Tidak ada pula yang patut disandingkan maupun disejajarkan dengannya. Hadits
yang memperkuat pendapat Ibnu Katsir ialah:
حدثنا أبو
سعيد محمد بن ميسر الصاغانى حدثنا أبو جعفر الرازي حدثنا الربيع بن أنس عن أبي
العالية عن ابي بن كعب أن المشركين قالوا للنبي : يا محمد انسب لنا ربك!,فأنزل
الله الآية (قل هو الله أحد الله الصمد لم يلد و لم يولد و لم يكن له كفوا أحد)
Diriwayatkan dari Abu Sa’id bin Maysir Ash-Shaganiy, meriwayatkan dari
Abu Ja’far Ar-Razani, dari Ar-Rabi’ Anas dari Abi Al-‘Aliyah dari Abi bin Ka’b,
mengatakan orang-orang bertanya kepada Rasulullah Saw, “wahai Muhammad
beritahukan kepada kami mengenai Tuhanmu!” maka Allah Swt menurunkan ayat
“Katakanlah wahai Muhammad, Dialah Tuhan yang Maha Esa, tempat bergantung, Dia
tidak beranak dan tidak pula diperanakan, Dia tempat bergantung, dan tidak ada
satupun yang setara dengannya!”[8]
Pendapat kedua ulama di atas diperkuat oleh Imam
Al-Qurthubiy. Ia berpendapat bahwa Tuhan yang Esa itu merupakan Tuhan yang
tidak memiliki serikat, sekutu, ataupun teman untuk mengatur alam semesta ini.
Seluruh hajat atau kebutuhan setiap hamba haruslah ditujukan kepada-Nya, karena
hanya Ialah tempat bergantung segala sesuatu. Tuhan yang Esa tidak perlu
memiliki keturunan untuk melanjutkan estafet kepemimpinan di alam semesta ini,
karena Ia adalah yang Maha Kekal. Dia tidak memiliki sesuatu yang bisa
disandindkan dengan-Nya.[9]
Wahbah Al-Zuhaili berpendapat, Allah adalah zat yang satu, yang maha esa. Zat yang berdiri sendiri dan yang dibutuhkan oleh seluruh makhluk-Nya.
Ia adalah Zat yang wajib adanya, juga zat yang memiliki kerajaan besar, zat
yang Maha Hidup, Kekal, Abadi, yang tidak akan mati selamanya. Ia berdiri
dengan Zat-Nya dan mengatur seluruh ciptaan-Nya.[10]
Keempat ulama di atas memiliki kemiripan dalam
menafsirkan teks di atas, sehingga dapat ditarik sintesis sementara bahwa Tuhan
umat muslim ialah Tuhan yang Esa. Tuhan umat muslim memiliki sebutan Allah Swt.
Ia adalah tempat bergantung semua hamba-Nya. Allah Swt tidak memiliki anak dan
juga tidak diperanakan. Serta tidak ada yang bisa disejajarkan dengan-Nya dalam
hal apapun. Ialah yang Maha Kekal, Hidup, Abadi, dan tidak akan mati selamanya.
Di sisi lain, selain menjelaskan mengenai ciri-ciri Tuhan, Al-Quran juga
menyebutkan nama-nama Tuhan yang indah. Nama-nama tersebut memiliki makna
mendalam yang menghiasi definisi tentang Tuhan. Allah Swt berfirman dalam surat
Al-A’raf ayat 180:
¬!ur
âä!$oÿôF{$#
4Óo_ó¡çtø:$#
çnqãã÷$$sù
$pkÍ5
(
(#râsur
tûïÏ%©!$#
crßÅsù=ã
þÎû
¾ÏmÍ´¯»yJór&
4
tb÷rtôfãy
$tB
(#qçR%x.
tbqè=yJ÷èt
ÇÊÑÉÈ
“hanya
milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut
asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran
dalam (menyebut) nama-nama-Nya. nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa
yang telah mereka kerjakan.”
Di dalam surat tersebut disebutkan jika seseorang ingin berdoa
kepada Allah, maka ia dianjurkan untuk menyebut asmā al-husna yang telah
disebutkan di dalam Al-Qur'an. Kata asmā dalam ayat tersebut merupakan
bentuk jama' dari ism. Ism merupakan suatu lafaz yang
menunjukkan atas suatu zat atau beserta dengan sifatnya.[11]
Selain itu ayat tersebut juga mengingatkan umat muslim untuk meninggalkan
orang-orang yang mengingkari nama-nama Tuhan yang sempurna tersebut, karena
mereka seungguhnya akan ditimpa azab karena dosa-dosanya (mengingkari asmā
al-husnā).[12]
Di dalam kitab Al-Maraghiy juga ditegaskan bahwa hanya Allah-lah yang memiliki asmā
al-husnā yang menunjukkan keindahan maknanya dan kesempurnaan
sifat-sifatnya, maka dianjurkan untuk menyebut nama-Nya ketika berdoa.[13]
Imam Tirmidzi dan Imam Hakim telah menyebutkan 99 asmā al-husnā
dari jalur Al-Walid bin Muslim sebagai berikut:
"Ar-Rahmān, Ar-Rahīm, Al-Malīk,
Al-Quddūs, As-Salām, Al-Mu'min, Al-Muhaimin, Al-'Azīz, Al-Jabbār,
Al-Mutakabbir, Al-Khalīq, Al-Bari, Al-Mushawwir, Al-Ghaffār, Al-Qahhār,
Al-Wahhāb, Ar-Razzāq, Al-Fattāh, Al-'Alīm, Al-Qābidh, Al-Bāsith, Al-Khāfidh,
Ar-Rāfi', Al-Mu'idz, Al-Mudzil, As-Samī', Al-Bashīr, Al-Hakm, Al-'Adl,
Al-Lhatīf, Al- Khabīr, Al-Halīm, Al- ‘Azhīm, Al-Ghofūr, Asy- Syakūr, Al-'
Aliyy, Al- Kabīr, Al-Hafīzh, Al-Muqīth, Al-Hasīb, Al-Jalīl, Al-Karīm, Ar-
Raqīb, Al- Mujīb, Al-Wāsi’, Al-Hākim, Al-Wadūd, Al-Majīd, Al-Bā’its, Asy-
Syāhid, Al-Haqq, Al-Wakīl, Al-Qawiy, Al-Matīn, Al-Waliyy, Al-Hamīd, Al-Muqsi,
Al-Mubdi, Al-Mu’īd, Al-Muhyi, Al-Mumīt, Al-Hayyul- Qayyum, Al-Wajīd, Al-Majīd,
Al-Wāhid, Al-Ahad, Ash-Shamad, Al- Qadīr, Al-Muqtadir, Al-Muqaddim,
Al-Mu’akhkhir, Al-Awwal, Al- Akhir, Az-Zahir, Al-Bathīn, Al-Waliy, Al-Muta’āli,
Al-Barr, At- Tawwāb, Al-Muntaqim, Al-‘Afuw, Al-Ra’uf, Al-Malikul-mulk, Dzul-
Jalaali wal- ikram, Al-Muqsith, Al-Jami’, Al-Ghaniy, Al-Mughniy, Al- Māni’, Ad-
Dār, An-Nāfi’, An-Nūr, Al-Hādi, Al-Bādi', Al-Bāqiy, Al-Wārits, Al-Rāsyid,
As-Shobūr.[14]
2.
Analisis
Dari pemaparan yang telah dijelaskan oleh
para ulama mengenai konsep ketuhanan berdasarkan Al-Quran, maka sepatutnya
definsi mengenai Tuhan telah menjadi jelas. Sebagaimana penafsiran para ulama
mengenai sosok Tuhan yang harus disembah umat muslim, Ia merupakan Tuhan yang
Esa.
Tuhan yang Esa merupakan sosok ideal bagi
umat muslim untuk disembah, bahkan seluruh umat di dunia untuk disembah. Hal
ini dirasa sangat wajar, karena jika ada Tuhan lain yang disejajarkan
dengan-Nya, maka secara logika ini akan menyebabkan kehancuran bagi alam
semesta ini.
Jika melihat ke sejarah Yunani kuno, ketika
bangsa Yunani menyembah Tuhan yang sangat beragam. Zeus, Hades, dan Poseidon
merupakan sedikit dari Dewa yang disembah. Zeus memiliki kekuatan mengendalikan
petir, ia menguasai alam nirwana. Poseidon, memiliki wewenang untuk mengatur
lautan luas. Peran Hades sebagai penjaga dan penguasa neraka. Ketiga Dewa
tersebut memiliki kedudukan dan wewenang yang sejajar. Ketika mereka memiliki
kepentingan yang berbenturan, niscaya akan menimbulkan pertikaian dan
permusuhan di antara ketiga Dewa tersebut.
Dalam mengatur alam semesta yang begitu
luas ini, jika Tuhan membagi-bagi kekuasaan kepada para sekutu-Nya karena tidak
dapat mengatasinya sendiri, maka akan menimbulkan pertanyaan besar akan kuasa
Tuhan. Tuhan merupakan zat yang Maha Kuasa. Kuasa Tuhan tidak akan terbatas,
tidak mungkin Tuhan menciptakan sesuatu yang tidak bisa dikendalikan-Nya. Untuk
mengatur kerajaan langit dan bumi ini, Tuhan tidak memerlukan sekutu.
Di
dalam ajaran Islam yang berlandaskan Al-Quran, Tuhan dikenal dengan sebutan
Allah Swt (الله). Meskipun di dalam Al-Quran terdapat kata lain yang artinya juga
merujuk kepada Tuhan, seperti Ilȃh,
Allȃhumma, dan rabb, namun, umat muslim cenderung menggunakan kata Allah
dalam menyebut Tuhannya. Hal ini dikarenakan kata Allah (الله)
adalah dzat yang berdiri sendiri dengan sifat ketuhanan-Nya yang menjadi
pemimpin bagi seluruh makhluk-Nya. Tidak ada dzat yang hak untuk disembah
melainkan Dia.
Kata Allah (الله),
meski hurufnya dipenggal satu-persatu, tetap tidak akan merubah esesnsi dari
kata Allah itu sendiri yang memiliki segala sesuatu. Jika huruf alif
dihilangkan dalam kata tersebut, maka akan menjadi lillah (لله). Lillah memiliki arti kepemilikan Allah. Jika huruf alif
dan lam pertama dihilangkan dalam kata Allah, maka akan menjadi lahuu
(له)
yang berarti kepemilikan-Nya. Jika semua huruf dihilangkan, dan hanya
menyisakan ha (ه),
maka artinya akan menjadi Dia.
Kesimpulan sementara yang dihasilkan dari
pembahasan tersebut ialah
kata Allah sendiri telah memiliki
keistimewaan dalam penggunaannya. Kata Allah (الله) memiliki arti segala sesuatu yang ada di alam semesta ini,
baik yang zhahir maupun bathin hanya miliki Allah semata yang
telah menciptakannya. Meskiun kata Allah dipenggal satu-persatu, tetapi tidak
mengurangi esensi maknanya sebagai zat yang Maha Memiliki seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya.
Setelah menganalisis nama dan ciri-ciri
Tuhan, selanjutnya beralih kepada asmā
al-husnā. Tuhan
melalui firman-Nya yang tertera di dalam Al-Quran, tidak serta-merta
mencantumkan 99 asmā al-husnā tanpa ada maksud yang jelas. Banyak faedah yang dapat diambil
dari asmā al-husnā tersebut. Dari sekian
banyak nama-nama Tuhan yang begitu indah, manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya
dapat mencontoh dan mempraktikannya di dalam kehidupan sehari-hari, baik hablun
minannas (interaksi dengan sesame manusia) maupun hablun minallah
(interaksi antara manusia dengan Tuhannya).
Manusia sejatinya telah memiliki
potensi untuk mengamalkan nilai-nilai yang terdapat dalam asmā al-husnā.
Itu tidak terlepas dari firman Tuhan yang
berbunyi:
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OÈqø)s? ÇÍÈ
"Telah kami ciptakan manusia dengan sebaik-baiknya ciptaan” (At-Tīn: 4).
Sebagai mahluk
yang paling sempurna, manusia diberikan akal untuk berpikir, dan hati untuk
merasakan. Dengan akalnya manusia dapat berpikir mengenai faedah-faedah asmā
al-husnā yang dapat diimplementasikan dalam aktivitas duniawi dan ukhrawi.
Dengan hatinya, manusia dapat merasakan manifestasi-manifestasi yang
ditimbulkan asmā al-husnā di dalam dirinya. Potensi yang sebenarnya
dapat membuat manusia menjadi makhluk yang paling mulia dengan meniru
sifat-sifat Tuhannya. Namun dengan catatan terdapat sifat tanzihiy yang
hanya dimiliki oleh Allah dan tidak mungkin dimiliki oleh makhluk-Nya.
Sebagai contoh, Allah memiliki nama Ar-Rahiim
yang berarti Maha Penyayang. Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya yang
paling sempurna dituntut untuk menyayangi sesamanya maupun dengan makhluk
lainnya. Hal ini dikarenakan manusia telah diberikan akal untuk berpikir, dan
hati untuk merasakan. Bahkan, sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi,
sepatutunya manusia meniru sifat Ar-Rahiim yang dimiliki Tuhan.
Meski memiliki nama dan sifat yang dapat
ditiru oleh manusia, dari 99 asmā
al-husnā, tidak semua
bisa dicontoh manusia. Tuhan memiliki nama Al-Awwal dan Al- Akhir. Al-Awal berarti Tuhan adalah pertama ada,
serta Al-Akhir mengindikasikan bahwa Tuhan merupakan zat yang terakhir. Awal
dan akhir Tuhan tidak bisa dipikirkan dengan menggunakan logika manusia.
Seperti menghitung jumlah bilangan sebelum dan sesudah angka nol, niscaya tidak
akan ada ujungnya.
99 asmā al-husnā yang dimiliki Tuhan tersebut, baik yang dapat ditiru manusia maupun yang
tanzihiy memiliki hikmah terselubung di balik itu semua. Nama-nama yang
dapat ditiru, mengisyaratkan manusia untuk meniru nama-nama yang indah
tersebut. Manusia dituntut untuk mengoptimalkan kerja akalnya dan mempekakan
intuisi hati dengan meniru asmā
al-husnā. Asmā al-husnā tanzihiy menegaskan bahwa Tuhan yang dijelaskan oleh Al-Quran
adalah Tuhan yang patut disembah karena memiliki sifat yang berbeda dengan
makhluk ciptaan-Nya.
Tidak ada alasan bagi umat muslim untuk
menyembah kepada selain Dia. Manusia, sebagai salah satu makhluk ciptaan-Nya
wajib menyembah dan mengabdi kepada Tuhan yang Maha Esa. Hal ini dipertegas
dengan firman Tuhan dalam surat Al-Baqarah ayat 21:
$pkr'¯»t
â¨$¨Y9$#
(#rßç6ôã$#
ãNä3/u
Ï%©!$#
öNä3s)n=s{
tûïÏ%©!$#ur
`ÏB
öNä3Î=ö6s%
öNä3ª=yès9
tbqà)Gs?
ÇËÊÈ
“ Hai
manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa,”
Tuhan yang telah menciptakan manusia adalah
Tuhan yang wajib disembah. Setelah menciptakan manusia, Ia tidak melepaskan
tanggung jawab-Nya sebagai Tuhan. Ia telah memberi petunjuk terhadap manusia
bahwa Ia merupakan tempat bergantung segala makhluk-Nya. Manusia memiliki banyak
kekurangan meskipun telah disebutkan sebagai makhluk yang paling sempurna.
Untuk melengkapi segala kekurangan dan kelemahan manusia, maka Tuhan telah
mempersilahkan diri-Nya sebagai tempat bergantung segenap hambanya.
E.
Simpulan
Al-Quran telah menjelaskan dengan sangat
detail mengenai Tuhan yang harus disembah oleh umat muslim. Tuhan yang
dijelaskan di dalam Al-Quran merupakan sosok ideal untuk disembah oleh setiap
hamba-Nya. Ajaran Islam bersifat monoteis, itu artinya Islam hanya mengakui
Tuhan yang satu.
Allah merupakan sebutan Tuhan yang
dijelaskan di dalam Al-Quran. Meskipun Al-Quran juga menyebutkan kata lain yang
maknanya merujuk kepada Tuhan, tetapi umat muslim lebih familiar menyebut
Allah. Hal ini tidak terlepas dari kata Allah (الله)
yang merupakan zat yang berdiri sendiri dengan sifat ketuhanan-Nya dan
menjadi pemimpin bagi seluruh makhluk-Nya.
Tuhan umat muslim, sebagaimana yang
dijelaskan di dalam Al-Quran adalah Tuhan yang Esa. Ia adalah tempat bergantung
segala sesuatu. Segala implikasi yang menyebabkan Tuhan dipercaya memiliki anak
adalah hal yang dihindari oleh umat muslim karena tidak sejalan dengan akidah.
Tuhan atau Allah merupakan zat yang berdiri
sendiri, Ia tidak dilahirkan oleh zat apapun atau siapapun. Ia tidak memiliki
anak atau mengangkat siapapun menjadi anak-nya. Dialah yang menciptakan segala
sesuatu yang ada di langit dan bumi, Ia juga yang mengatur kerajaan langit dan
bumi. Allah tidak membutuhkan sekutu dalam penciptaan dan pengaturan tersebut.
Al-Quran juga menjelaskan bahwa Allah Swt adalah
tempat bergantung segala sesuatu. Ini merupakan bukti bahwa Allah Swt tidak
pernah meninggalkan hamba-Nya sendirian. Setiap permasalahan yang dihadapi oleh
segenap hamba-Nya, Allah telah mempersilahkan diri untuk menjadi tempat curahan
hati hamba-hamba-Nya. Dari berbagai pemaparan yang telah dijelaskan Al-Quran,
maka sangat jelas profil-profil Tuhan yang wajib disembah oleh umat muslim.
Hanya Allah Swt yang memiliki hak untuk disembah karena Ia merupakan sosok yang
ideal untuk disebut sebagai Tuhan.
F.
Daftar Pustaka
Anwar, Rosihon. 2012. Ulum Al-Quran. Bandung:
Pustaka Setia.
Shihab, M.
Quraish. Tt. Ensiklopedia al-Qurȃn: Kajian Kosakata. Jakarta: Lentera
Hati.
Al-Maraghiy, Ahmad Musthafa. 2006. Tafsir Al-Maraghiy. Beirut: Darul Fikri.
'Imāduddīnn, Imam
Hāfidh. 1998. Tafsīr Ibnu Katsīr. Beirut: Dārul Kutub
Al'Ilmiyyah.
Al-Qurthubiy,
Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr. 2006. Al-Jami’ li Ahkamil
Qur’an. Beirut: Ar-Risālah.
Az-Zuĥaily, Wahbah. 2009. Tafsīr Munīr. Damaskus: Dārul-Fikri.
[4] M. Quraish Shihab, Ensiklopedia
al-Qurȃn: Kajian Kosakata, (Jakarta: Lentera Hati), jilid: 1, hal. 76-78.
[6] Ahmad Musthafa
Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy. (Beirut:
Darul Fikri, 2006), jilid 30, hal: 265-266.
[7] Imam Hāfidh 'Imāduddīnn, Tafsīr Ibnu Katsīr, (Beirut: Dārul Kutub Al'Ilmiyyah, 1998), jilid 8, hal. 488.
[9] Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr Al-Qurthubiy, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an,
(Beirut: Ar-Risālah, 2006), jilid 22, hal. 557-560.
[11] Ahmad Musthafa al-Maraghiy, Tafsīr al-Maraghiy, Beirut, Dārul
Fikr, 2006, Jil. 3, hal. 302.
[12] Muhammad Thalib, Al-Qur'ān Al-Karīm: Tarjamah Tafsiriyyah, Jogjakarta,
Ma'had An-Nabawy, 2011, hal. 157.
[13] Ahmad Musthafa al-Maraghiy, Tafsir al-Maraghiy, jil. 3, hal.
302.
0 komentar:
Posting Komentar