Muhamad
Fikri Yudin
fikriyudin@yahoo.com
A.
Latar
Belakang Penulisan
Bulan Ramadhan merupakan bulan
yang dianggap suci oleh umat muslim di manapun mereka berada. Ini dikarenakan
setiap muslim diwajibkan untuk beribada puasa satu bulan lamanya. Ibadah
tersebut merupakan bentuk ketakwaan umat muslim kepada Allah SWT, dan juga
kasih sayang Allah kepada umatnya.
Ibadah puasa merupakan ibadah
yang mengharuskan seseorang untuk bersabar lebih dari biasanya. Umat muslim
dituntut untuk menahan lapar dan dahaga dari mulai terbit fajar hingga
terbenamnya matahari. Tidak hanya itu hal yang paling esensial dari
diwajibkannya puasa ini ialah bersabar untuk melawan hawa nafsu yang buruk.
Nafsu yang bisa menggiring manusia ke dalam neraka. Tidak hanya itu, ditinjau
dari segi kesehatanpun, puasa merupakan bentuk ibadah yang bisa menambah
kesehatan dari orang yang melaksanakannya.
Bulan Ramadahan dijadikan waktu
yang istimewa untuk ditempatkannya puasa wajib tersebut. Tidak mengherankan
bila hari kemenangan yang diperuntukan bagi umat Islam jatuh setelah puasa
wajib itu diselesaikan.
Di
setiap daerah memiliki caranya tersendiri dalam menentukan permulaan awal
Ramadhan, tak terkecuali di lingkungan akademik IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Dalam penentuan awal Ramadhan, Dewan Kwmakmuran Masjid (DKM) Al-Jami'ah
mempunyai otoritas dalam hal tersebut.
Penelitian
mengenai bulan Ramadhan terhadap DKM Al-Jami'ah dianggap penting, karena Masjid
Al-Jami'ah merupakan masjid yang terletak di kampus utama IAIN SNJ Cirebon.
Kampus adalah tempat civitas akademik beraktivitas, dan para civitas akademik
tersebut tentunya memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Inilah yang
menjadi salah satu faktor utama penelitian ini.
Beragamnya
latar belakang para civitas akademik ini, menjadikan suasana di kampus menjadi
berwarna. Latar perbedaan mazhab yang dianut oleh setiap orang akan menentukan
cara ia beribadah, termasuk dalam menentukan awal Ramadhan. Atas dasar hal
tersebut, penting untuk diketahui mengenai penentuan awal Ramadhan yang
dilakukan oleh DKM Al-Jami'ah. Hal ini dimaksudkan agar setiap civitas akademik
yang berada di lingkungan kampus, bisa mengambil sikap dari keputusan DKM
Al-Jami'ah. Bagi yang setuju, maka ia dapat mengikuti apa yang 'difatwakan' DKM
kampus. Bagi yang tidak setuju, ia bisa mengambil langkah bijak agar tidak
terjadi tindak anarkhis; seperti mengganggu jema'ah yang sedang beribadah.
Narasumber
yang dipilih adalah salah satu anggota DKM, Agus Luthfi yang sudah mengurus
masjid sekitar 1,5 tahun. Penulis berusaha untuk menghubungi ketua DKM
Al-Jami'ah, H. Elon Suklani untuk diwawancarai, namun beliau menolak karena
alasan yang tidak bisa dijelaskan. Akan tetapi, narasumber ini juga memiliki
kredibilitas yang tidak diragukan sebagai anggota DKM karena sudah cukup lama
menjadi anggota, dan setidaknya pernah merasakan bulan Ramadhan di Masjid
Al-Jami'ah.
Penulisan
ini tidak hanya membahas tentang bulan Ramadhan, tetapi hal-hal yang berkaitan
dengan bulan Ramadhan juga disertakan. Shalat terawaih, kegiatan Ramadhan,
serta penetuan 1 syawal menjadi sub bahasan dalam penulisan ini. Namun, bulan
Ramadhan tetap menjadi fokus utama dalam penelitian dan penuisan ini.
B.
Pembahasan
Di IAIN
ini ada badan hilal sendiri yang diketuai oleh Pak Syamsudin. Jadi, yang
namanya badan hilal itu menggunakan metode hilal untuk menentukan awal
Ramadhan. Tetapi, meskipun memiliki badan hilal sendiri, biasanya kami
mengikuti fatwa pemerintah dalam penentuan awal Ramadhan. Karena memang itu
yang diinstruksikan oleh ketua badan hilal di sini.
DKM
Al-Jami'ah sebenarnya memiliki badan hilal sendiri untuk menentukan awal
Ramadhan. Badan hilal tersebut diketuai oleh pak Syamsudin. Namun, meskipun
telah memiliki badan hilal DKM Al-Jami'ah tetap mengikuti fatwa pemerintah
dalam menentukan awal bulan puasa. Tetapi, apa yang dilakukan DKM Al-Jami'ah
bukan semata-mata mengikuti begitu saja apa yang difatwakan pemerintah. Mereka
memperkuat hujjahnya dengan menyertakan hadits mengenai penentuan awal bulan
puasa dengan menggunakan hilal. Adapun hadits tersebut:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ رَمَضَانَ فَقَالَ لَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْا
الْهِلَالَ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا
لَهُ
Artinya:
“Diriwayatkan dari
Abdullah bin Maslamah, dari Malik, dari Nafi’, dari Abdullah bin Umar
mengatakan bahwa Nabi SAW telah menyebut tentang bulan Ramadhan dengan
sabdanya: janganlah kamu berpuasa sebelum kamu melihat awal bulan (bintang
sabit) Ramadhan dan janganlah kamu berbuka sebelum kamu melihat awal bulan
syawal, sekiranya bulan diliputi awan (mendung) maka hendaklah kamu
menyempurnakan hitungan.”
Jika dilihat, hadits
tersebut persis seperti bahasan yang ditelaah oleh penulis ketika presentasi.
Dalam presentasi tersebut disimpulkan bahwa hadits ini diriwayatkan dengan
metode bi lafdzi. Hal ini dikarenakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan
dalam lafadz hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari, Muslim, An-Nasa'i,
Ad-Darimi, maupun Malik.[1] Sanad dari hadits ini
tidak memiliki illat maupun syadz, karena perawi yang meriwayatkannya memiliki
maqam tsiqah secara keseluruhan. Itu artinya hadits yang diriwayatkan oleh para
perawai tsiqah tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan keabsahannya.[2]
Dapat disimpulkan.
hadits tersebut merupakan hadits yang mutawatir, sehingga dpat digunakan
sebagai rujukan untuk keperluan istinbath hukum. Untuk menentukan awal bulan
Ramadhan, meskipun DKM Al-Jami'ah mengikuti fatwa pemerintah, tetapi mereka
juga mengkaji ulang terlebih dahulu mengenai fatwa tersebut. Mereka menggunakan
dalil yang telah dijelaskan sebelumnya untuk memperkuat keyakinan mereka akan
fatwa pemerintah, yang notabenenya menggunakan metode hilal untuk menentukan
awal bulan Ramadhan.
Untuk kegiatan di
bulan Ramadhan sendiri, biasanya kami bekerja sama dengan beberapa UKM yang
basic-nya Islam untuk menyelenggarakan kegiatan. Untuk memperingati akan
masuknya bulan Ramadhan, bisanya kami akan mengadakan Tarhib Ramadhan. Itu
biasanya kami lakukan H-3 sampai H-1 Ramadhan di At-Taqwa bersama dengan DKM
dari daerah lainnya.
Kegiatan tarhib ini
merupakan hal positif yang dilakukan oleh DKM Al-Jami'ah, karena tarhib ini
bertujuan untuk memperingati masyarakat muslim secara umum akan datangnya bulan
Ramadhan. Seorang muslim perlu membangun sikap
positif dalam menyambut kedatangan bulan istimewa Ramadhan. Bahkan berdasarkan
sebuah hadits Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam biasanya sejak dua
bulan sebelum datang Ramadhan sudah mengajukan doa kepada Allah ta’aala dalam
rangka Tarhib Ramadhan atau welcoming Ramadhan.
كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ رَجَبٌ قَالَ
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِي رَمَضَانَ
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِي رَمَضَانَ
Adalah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam apabila memasuki
bulan Rajab berdoa: “Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan
berkahilah kami di bulan Ramadhan.” (HR Ahmad 2228)[3]
Rajab, Sya’ban dan Ramadhan merupakan bulan ketujuh, kedelapan dan
kesembilan dari sistem kalender Hijriyah Ummat Islam. Hadits di atas seolah
mengisyaratkan bahwa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam punya kebiasaan
menyambut kedatangan Ramadhan bahkan dua bulan sebelum ia tiba. Artinya, Nabi
shollallahu ’alaih wa sallam ingin menggambarkan betapa istimewanya Ramadhan
sehingga dua bulan sebelumnya sepatutnya seorang Muslim sudah mulai
mengkondisikan diri menyambut Ramadhan lewat do’a seperti di atas. Apa yang
dilakukan oleh DKM Al-Jami'ah sejalan dengan semangat yang ingin ditularkan
oleh Rasulullah Saw.
Rangkaian kegiatan selanjutnya ialah mengadakan seminar tentang manfaar
kesehatan yang didapat karena berpuasa. Biasanya disampaikan oleh para dokter
yang ada di Cirebon
Berpuasa, selain sebagai ritual keagamaan yang berfungsi melatih
jiwa seseorang yang menjalankannya, juga berfungsi sebagai sarana untuk menjaga
dan mendapatkan kesehatan. Hal ini bukan merupakan mitos belaka, tetapi sudah dibuktikan
secara ilmiah. Setidaknya ada tujuh fakta yang menyehatkan tentang puasa
seperti yang dikutip dari kompasian.com:
Pertama, menjaga kesehatan pencernaan. Saat
puasa, organ pencernaan mengistirahatkan diri. Fakta menunjukkan bahwa lama
makanan tinggal di usus adalah 14 jam. Selama setahun, organ ini bekerja nyaris
tanpa henti, karena jeda waktu antara makan kita tidak selama itu. Padahal
peremajaan bagi organ ini tak kalah penting. Tak heran kemudian, akibatnya
banyak penyakit menyertai. Nah, berapa lama puasa kita? Lebih kurang 14 jam
bukan?[4]
Kedua, perbaikan tubuh dan otak. Kedua hal
tersebut terjadi saat tubuh beristirahat, terutama saat tahap “deep sleep”
atau tidur yang berkualitas. Hasil penelitian oleh Dr. Ebrahim Kazim, seorang
dokter, peneliti serta direktur dari Trinidad Islamic Academy, dengan
menggunakan EEG (perekam gelombang otak) menunjukkan bahwa puasa membuat tidur
lebih berkualitas. “Deep sleep” mudah tercapai. Efeknya pada perbaikan
tubuh dan otak, termasuk molekul memori lebih maksimal.[5]
Ketiga, menyehatkan jantung. Selama berpuasa,
magnesium (salah satu mineral penting bagi tubuh) meningkat. Magnesium ini
memiliki efek “cardio-protective” (pelindung jantung). Dengan
demikian, dengan berpuasa, jantung kita lebih awet. Selain itu, magnesium
memiliki sifat anti penjendalan darah. Seseorang bisa terserang stroke karena
adanya jendalan darah yang tersangkut di pembuluh darah kecil, sehingga menghambat
aliran darah. Daerah yang tidah teraliri darah tersebut akan terganggu
fungsinya, berwujud kelumpuhan atau kematian jaringan. Proses yang sama dapat
terjadi pada serangan jantung koroner karena jendalan itu masuk ke pembuluh
koroner yang fungsinya memberi nutrisi bagi jantung. Oleh karena itu berpuasa
dapat mencegah stroke dan jantung koroner.[6]
Keempat, menurunkan berat badan. Puasa - bahkan,
di kalangan non muslim sekalipun - populer sebagai penurun berat badan. Dr.
Madarina Julia, Sp.A, MPH menjelaskan, ” Ketika puasa, kita menahan lapar.
Ketika lapar itulah terjadi penurunan kadar gula darah dan pelepasan growth
hormon (hormon pertumbuhan). Saat terjadi pelepasan growth hormon,
lemak viseral yang posisinya biasanya di perut akan terbakar sehingga perut
menjadi langsing. Jadi, berpuasa memiliki dua efek, yakni : pertama, mengurangi
makan sehingga berat badan turun; kedua, efek dari lapar membuat gula darah
menjadi rendah dan hormon pertumbuhan keluar, sehingga akan membakar lemak
viseral dan memperbaiki kualitas pembuluh darah.”[7]
Kelima, memelihara kesehatan jiwa. Ada zat lain
yang juga diproduksi selama kita berpuasa. Zat ini pelengkap luar biasa. Lewat
ketenangan yang didapat dari puasa, dipadu dengan ibadah sholat, zikir, doa dan
sebagainya, muncullah enkefalin dan endorfin. Keduanya merupakan opiat alami.
Semacam morfin, bedanya enkefalin dan endorfin ini alami, diproduksi sendiri
oleh tubuh sehingga lebih bermanfaat dan terkontrol. Jika morfin bisa memberi
efek rasa senang, namun mengakibatkan ketagihan disertai segala efek
negatifnya, enkefalin dan endorfin tidak. Kedua zat ini mampu memberi rasa
bahagia, lega, tenang, rileks, namun secara alami.[8]
Keenam, meredakan rasa sakit. Hal ini terjadi
karena sifat alami dari endorfin dan enkefalin yang lain yaitu pereda rasa
sakit alami (natural painkillers). Jika atlet cedera saat bertanding,
atau tentara terluka selama pertempuran. Mereka tidak akan merasakan sakit yang
sangat, sampai situasi penuh stressor tersebut berakhir. Semua itu
terjadi karena otak memproduksi endorfin dan enkefalin dalam kadar tinggi untuk
meredakan rasa sakit tersebut.[9]
Ketujuh, terhindar dari ” jet lag”. Puasa dapat
melatih seseorang menyesuaikan diri dengan perbedaan waktu. Kita mengenal
istilah “Jet lag” yaitu suatu sindrom berupa rasa tidak nyaman pada
pencernaan, pikiran, kelelahan disertai gangguan tidur, akibat bepergian
melintasi zona waktu yang berbeda. Rasa ini juga tidak berbeda jauh dengan para
pekerja dengan sistem shift, saat jam biologisnya terganggu. Inti dari gangguan
tersebut adalah desinkronisasi, kekacauan yang dialami jam biologis karena
perbedaan irama sirkadian yang terjadi saat melintasi zona waktu yang berbeda
atau bekerja dengan sistem shift (terutama shift malam hari).[10]
Tinjauan
mengenai kesehatan dari berpuasa ini ternyata sejalan dengan hadits Nabi
berikut ini:
عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى
الله عليه و سلم اغزوا تغنموا وصوموا تصحوا وسافروا تستغنوا
Dari Abu
Hurairah yang berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berperanglah
maka kalian akan mendapat ghanimah, berpuasalah maka kalian akan sehat dan
bepergianlah maka kalian akan cukup.[11]
Selain itu,
kami juga mengadakan baksos (bakti sosial) berupa santunan kepada anak yatim,
kajian rutin di setiap jum'at, dll. Untuk kajian sendiri, biasanya materinya
seputar aqidah, fiqh, zakat, dan mu'amalat. Terakhir kami melaksanakan halal bi
halal.
Di dalam bulan Ramadhan, setiap amal
perbuatan baik yang dilakukan akan dilipatgandakan pahalanya. Bahkan, tidurnya
orang yang berpuasa akan mendapatkan pahala. Terlebih lagi menjalakan apa yang
diperinahkan oleh Allah Swt di dalam Al-Quran. Allah Swt berfirman:
(#qè?#uäur #yJ»tFuø9$# öNæhs9ºuqøBr& ( wur (#qä9£t7oKs? y]Î7sø:$# É=Íh©Ü9$$Î/ ( wur (#þqè=ä.ù's? öNçlm;ºuqøBr& #n<Î) öNä3Ï9ºuqøBr& 4 ¼çm¯RÎ) tb%x. $\/qãm #ZÎ6x. ÇËÈ
"dan berikanlah kepada
anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik
dengan yang buruk dan jangan kamu Makan harta mereka bersama hartamu.
Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang
besar." (An-Nisa: 2)
Imam Al-Qurthubiy mengatakan bahwa
di setiap harta yang kita miliki terdapat hak-hak dari anak yatim yang harus
diberikan. Menyantuni anak yatim bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama, memberikan
makanan dan sandang yang diperlukan oleh anak yatim tersebut. Kedua, memberikan
santunan beruapa uang secara langsung kepada anak yatim. Hal ini merupakan
salah satu bentuk menyumbangkan harta di jalan Allah Swt.[12]
Menyumbangkan harta di jalan Allah
merupakan salah satu amal perbuatan yang akan diberikan ganjaran yang setimpal.
Apalagi hal tersebut dilakukan ketika sedang berada di bulan Ramadhan, yang
notabenenya bulan penuh hikmah. Setiap amal perbuatan yang dilakukan di bulan
Ramadhan akan dilipatgandakan pahalanya, terlebih lagi menyantuni anak yatim.
Begitu pula kegiatan lain yang dilakukan oleh DKM Al-Jami'ah, seperti
mengadakan kajian tentang aqidah, fiqh, zakat, dan lain-lain.
Alhamdulillah untuk shalat
tarawaih, mulai tahun kemarin kami melaksanakan 23 (dengan witir) rakaat.
karena sebelumnya kami hanya melaksanakan sebanyak 8 rakaat. Itu semua kami
lakukan karena banyak masukan dari dosen-dosen di sini untuk melaksanakan
shalat tarawih sebanyak 23 rakaat. Tetapi, ketika itu dilaksanakan jamaah yang
ikut shalat tarawaih di masjid ini semakin berkurang.
Sebenarnya, permasalahan jumlah
rakaat pada shalat tarawaih, baik itu 8 maupun 20 rakaat (11 atau 23 ka
disertakan witir) merupakan hak masing-masing untuk memilih. Asalkan, siapa
yang menggunakan 11 atau 23 rakaat tersebut tau akan dalil dan rujukannya
masing-masing. Ketika ditanya kembali, apakah perubahan dari 11 ke 23 rakaat
yang sudah dijalani sebelumnya, Agus Luthfi berpendapat bahwa ada hal lain yang
melatarbelakangi perubahan tersebut.
Ia merujuk kepada sahabat Umar bin
Khattab ketika menjadi khalifah. Umar bin Khattab menjalankan shalat tarawaih
sebanyak 23 rakaat untuk dapat mempersatukan umat. Menurut Luthfi, pada waktu
itu umat muslim menjalankan shalat tarawaih sendiri-sendiri. Untuk itu Umar bin
Khattab ingin mempersatukan kembali umat dengan melaksanakan shalat tarawaih
secara berjamaah. Maka, jumlah shalat tarawaih 23 rakaat dipilih oleh sahabat
Umar. Semangat itulah yang ingin ditiru oleh DKM Al-Jami'ah agar dapat
mempersatukan kembali umat Muslim yang tercerai-berai saat ini.
Tetapi sesungguhnya, ada dalil yang
bisa digunakan untuk memperkuat pendapat mereka yang melaksanakan shalat
terawaih sebanyak 23 rakaat. Seperti hadits berikut ini:
كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ
الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً .
“Mereka shalat pada masa Umar
bin Al Khathab Radhiyallahu ‘Anhu pada bulan Ramadhan dengan dua puluh rakaat.”[13]
Mungkin hadits inilah yang ingin
disampaikan oleh salah satu anggota DKM Al-Jami'ah tersebut. Hadits tersebut
menceriakan umat Muslim melaksanakan shalat tarawaih sebanyak 20 rakaat pada
masa Umar bin Khattab. Syaikh Muhammad
Shalih Al Munjid hafizhahullah berkata, “Ini adalah riwayat yang shahih dari
para perawi yang tsiqah dari As Sa`ib bin Yazid. Di dalamnya ada disebutkan 20
rakaat pada masa Umar bin Al Khathab Radhiyallahu ‘Anhu. Adapun tambahan 21
rakaat atau 23 rakaat, adalah termasuk shalat witir.[14]
Hadits tersebut
memperkuat ketentuan DKM Al-Jami'ah yang melaksanakan shalat tarawaih sebanyak
23 rakaat. Tetapi, apa yang dicita-citakan oleh DKM dengan mengambil semangat
Umar bin Khattab nampaknya berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada.
Jumlah jema'ah shalat terawaih di Masjid Al-Jami'ah semakin berkurang dari
sebelumnya, ketika tarawaih dilaksanakan sebanyak 11 rakaat. Hal ini bukan
dikarenakan perbedaan Ideologi mengenai jumlah rakaat shalat terawaih, tetapi
karena waktu pelaksanaannya yang semakin lama ketika menjalankan 23 rakaat.
"Jemaahnya semakin berkurang. Ini bukan karena perbedaan ideologi dalam
penentuan jumlah shalat tarawaih, tetapi mereka mencari yang cepat. Kalau ada
yang mempermasalahkan ideologi, ya paling cuman satu dua saja," ujar Agus
Luthfi.
C.
Cuplikan Wawancara
1.
Untuk menentukan awal Ramadhan, metode apa yang
digunakan oleh DKM Al-Jami'ah?
Di
IAIN ini ada badan hilal sendiri yang diketuai oleh Pak Syamsudin. Jadi, yang
namanya badan hilal itu menggunakan metode hilal untuk menentukan awal
Ramadhan. Tetapi, meskipun memiliki badan hilal sendiri, biasanya kami
mengikuti fatwa pemerintah dalam penentuan awal Ramadhan. Karena memang itu
yang diinstruksikan oleh ketua badan hilal di sini.
2. Dalil apa yang digunakan sebagai sandaran/rujukan
metode tersebut?
Ini
dalilnya:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ رَمَضَانَ فَقَالَ لَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْا
الْهِلَالَ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا
لَهُ
Artinya:
“Diriwayatkan dari
Abdullah bin Maslamah, dari Malik, dari Nafi’, dari Abdullah bin Umar
mengatakan bahwa Nabi SAW telah menyebut tentang bulan Ramadhan dengan
sabdanya: janganlah kamu berpuasa sebelum kamu melihat awal bulan (bintang
sabit) Ramadhan dan janganlah kamu berbuka sebelum kamu melihat awal bulan
syawal, sekiranya bulan diliputi awan (mendung) maka hendaklah kamu
menyempurnakan hitungan.”
3.
Kegiatan apa saja yang dilakukan ketika bulan Ramadhan?
Untuk kegiatan di bulan Ramadhan
sendiri, biasanya kami bekerja sama dengan beberapa UKM yang basic-nya Islam
untuk menyelenggarakan kegiatan. Untuk memperingati akan masuknya bulan
Ramadhan, bisanya kami akan mengadakan Tarhib Ramadhan. Itu biasanya kami
lakukan H-3 sampai H-1 Ramadhan di At-Taqwa bersama dengan DKM dari daerah
lainnya.
Selain itu,
kami juga mengadakan baksos (bakti sosial) berupa santunan kepada anak yatim,
kajian rutin di setiap jum'at, dll. Untuk kajian sendiri, biasanya materinya
seputar aqidah, fiqh, zakat, dan mu'amalat. Terakhir kami melaksanakan halal bi
halal.
4.
Untuk Shalat Tarawaih sendiri, dilaksanakan berapa rakaat?
Alhamdulillah untuk shalat tarawaih,
mulai tahun kemarin kami melaksanakan 23 (dengan witir) rakaat. karena
sebelumnya kami hanya melaksanakan sebanyak 8 rakaat. Itu semua kami lakukan
karena banyak masukan dari dosen-dosen di sini untuk melaksanakan shalat
tarawih sebanyak 23 rakaat. Tetapi, ketika itu dilaksanakan jamaah yang ikut
shalat tarawaih di masjid ini semakin berkurang. Ini
bukan karena perbedaan ideologi dalam penentuan jumlah shalat tarawaih, tetapi
mereka mencari yang cepat. Kalau ada yang mempermasalahkan ideologi, ya paling
cuman satu dua saja
D.
Daftar
Pustaka
Abu Abdullah
Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar Al-Qurthubiy. 2006. Al-Jami' li Ahkamil Qur'an. Lebanon: Ar-Reesalah Publisher.
Juz 6.
http://suaraquran.com/shahih-hadits-shalat-tarawih-23-rakaat-tinjauan-ilmu-hadits-dan-fiqih
Aplikasi
Maktabah Syamilah.
http://sosbud.kompasiana.com/2012/07/19/wow-inilah-7-fakta-tentang-puasa-yang- menyehatkan- 472481.html
Fikri. Mubarak,
Sirojul. 2014. Makalah Bulan Ramadhan.
[1]
Lihat makalah mengenai Bulan Ramadhan.
[2] Ibid.
[3]
Apikasi Maktabah Syamilah.
[4] http://sosbud.kompasiana.com/2012/07/19/wow-inilah-7-fakta-tentang-puasa-yang-menyehatkan-472481.html,
ditulis oleh Indah Iswati, diunduh pada 5/31/2014, pukul 17.33
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11]
Aplikasi Maktabah Syamilah.
[12]
Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar Al-Qurthubiy, Al-Jami' li
Ahkamil Qur'an, (Lebanon: Ar-Reesalah Publisher, 2006), Juz 6, hal. 18-19.
[13] Op
Cit.
[14] http://suaraquran.com/shahih-hadits-shalat-tarawih-23-rakaat-tinjauan-ilmu-hadits-dan-fiqih/,
diunduh pada 5/31/2014, pukul 21.01